//iklan google Cerpen "cium" Ini Ternyata Bukan Karangan Raditya Dika - Ceritamu

Cerpen "cium" Ini Ternyata Bukan Karangan Raditya Dika

thumbnail-cadangan

Cerpen "cium" Ini Ternyata Bukan Karangan Raditya Dika

***

Tiba-tiba saja, di tengah kerumunan orang di mall, gadis itu menciumku.

Aku tak tahu siapa dia, entah darimana ia muncul.
Aku hanya merasakan bibirnya yang lembut dan aroma parfumnya yang manis.

Aku terdiam, kaget dan tak tahu harus berbuat apa.

"Apa yang kau lakukan?" tanyaku pada gadis itu.

"Tidak tahu. Aku hanya ingin menciummu," jawabnya lirih.

Gadis itu cantik, wajahnya manis dan matanya hijau seperti rerumputan di pagi hari.

Aku tak tahu mengapa ia menciumku, tapi aku merasa tertarik pada gadis ini.

Aku ingin tahu lebih banyak tentangnya.

"Siapa namamu?" tanyaku.

"Gadis," jawabnya sederhana.

"Gadis? Itu bukan nama yang biasa, kan?"

"Ya, aku suka dipanggil Gadis. Aku tak suka nama-nama yang biasa."

Aku mengangguk mengerti.

Aku tak tahu harus berbuat apa selanjutnya, tapi aku merasa ingin mengenal gadis ini lebih dekat.

Kami mengobrol di salah satu kafe di mall, sambil menikmati kopi dan kue.

"Apa yang kau lakukan di mall?" tanya Gadis.

"Aku sedang mencari bahan untuk menulis novel," jawabku.

"Oh, kau penulis?"


"Aku mencoba jadi penulis. Masih pemula sih."

Gadis itu tersenyum. "Aku suka menulis juga. Aku suka menulis puisi."

"Apa puisi favoritmu?"

"Puisi yang penuh emosi. Puisi yang bisa membuatku merasakan sesuatu."

"Seperti apa emosi yang kau cari?"

"Apapun. Senang, sedih, kesepian, marah. Apa pun asal emosi itu kuat dan jujur."


Aku tersenyum. Aku suka bagaimana gadis ini berbicara.

Dia bicara dengan penuh semangat dan percaya diri.

Setelah berbincang-bincang lama, kami berpisah di depan mall.

Gadis itu menciumku lagi sebelum pergi.

Aku tak tahu apa yang harus kulakukan, tapi aku merasa terpikat pada gadis ini.

Aku ingin mengenalnya lebih dalam.


Beberapa hari kemudian, kami bertemu lagi di kafe yang sama.

Kami mengobrol lama, tertawa dan bercanda.

Gadis itu cerdas dan lucu. Dia membuatku merasa nyaman dan bahagia.

"Aku merasa terikat padamu," kataku pada Gadis.

Gadis itu tersenyum. "Aku juga merasa demikian."


Kami saling memandang, lalu Gadis menciumku lagi.

Kali ini lebih lama dan lebih dalam.

Aku merasakan getaran di seluruh tubuhku.

Aku tak tahu apa yang terjadi, tapi aku merasa nyaman dan bahagia.


"Aku suka kau," kataku pada Gadis.

"Aku juga suka kau," jawabnya.


Setelah itu, kami sering bertemu dan menghabiskan waktu bersama-sama.

Aku mengenal gadis itu lebih dalam, dan aku merasa semakin tertarik padanya.

Gadis itu adalah seseorang yang unik dan berbeda dari gadis-gadis lain yang pernah kukenal.


Namun, ada satu hal yang membuatku sedikit meragukan perasaanku pada Gadis.

Dia terlalu cepat memberikan ciuman.

Aku tak tahu apa maksud ciumannya itu.

Apakah dia benar-benar tertarik padaku atau hanya ingin bersenang-senang saja?

Aku merasa bingung dan tak tahu harus berbuat apa.


Suatu hari, ketika aku dan Gadis sedang duduk di taman, dia tiba-tiba berkata,

"Aku ingin berbicara serius denganmu."

"Ada apa?" tanyaku.

"Gini, aku suka kau. Tapi aku juga suka dengan seseorang yang lain.

Aku tak tahu harus memilih siapa. Aku merasa seperti di persimpangan jalan."

Aku merasa seperti ditusuk oleh pisau. Aku tak tahu harus berbuat apa.

Aku merasa sakit dan terluka. Aku tak bisa membayangkan hidup tanpa Gadis.

Namun, aku juga tak ingin memaksanya untuk memilihku.

"Aku mengerti," kataku. "Tapi apa artinya semua ciumanmu padaku?"


Gadis itu terdiam sejenak, lalu berkata, "Maaf, aku terlalu impulsif.

Aku menciummu karena aku merasa terikat padamu.

Tapi aku tak tahu apa yang kumau sebenarnya."


Aku merasa sedih dan kecewa. Aku merasa seperti diperalat.

Namun, aku juga merasa lega karena Gadis akhirnya jujur dengan perasaannya.

Aku merasa lebih tenang dan lebih siap untuk menghadapi kenyataan.


Setelah itu, hubungan kami menjadi agak renggang. Kami masih berteman,

tapi kami tak lagi seperti dulu.

Aku merasa seperti ada dinding yang memisahkan kami.

Aku merasa sedih dan kecewa, tapi aku juga merasa berterima kasih pada Gadis karena telah jujur padaku.


Suatu hari, Gadis memberiku sebuah puisi yang ditulisnya sendiri.

Puisi itu berjudul "Cium".


Di dalam puisi itu, Gadis bercerita tentang bagaimana ia menciumku untuk mencari jawaban atas perasaannya.

Bagaimana ia menciumku untuk mencari tahu apa yang sebenarnya ia inginkan.


Setelah membaca puisi itu, aku merasa seperti ada sesuatu yang telah terjawab.

Aku merasa lebih mengerti perasaan Gadis dan aku merasa lebih mengerti diriku sendiri.

Aku merasa lega dan merasa seperti berada di jalan yang benar.


Gadis pergi meninggalkanku setelah itu.

Dia memilih orang lain. Aku merasa sedih dan kecewa,

tapi aku juga merasa berterima kasih karena telah mengenalnya.

Gadis mengajarkanku tentang persahabatan dan tentang cinta yang tak selalu memiliki jawaban yang pasti.


Sekarang, aku menulis sebuah novel tentang cium.

Tentang bagaimana ciuman bisa membawa kita ke dalam petualangan yang menggetarkan hati.

Tentang bagaimana ciuman bisa menjadi sebuah tanda tanya besar di dalam hidup kita.

Tentang bagaimana ciuman bisa membawa kita ke dalam kegelapan atau ke dalam cahaya.


Aku merasa terinspirasi oleh Gadis dan oleh pengalaman yang kami bagikan bersama-sama.

Meskipun hubungan kami tidak pernah menjadi sebuah kisah cinta yang sempurna,

tapi aku merasa terlahir kembali sebagai seorang penulis.


Aku belajar tentang cinta dan persahabatan dari Gadis.

Aku belajar tentang bagaimana sebuah ciuman bisa memiliki arti yang berbeda bagi setiap orang.

Aku belajar tentang bagaimana hidup itu penuh dengan tanda tanya dan ketidakpastian.

Dan sekarang, aku menulis sebuah cerita tentang cium.

Tentang bagaimana cium bisa menjadi sebuah tanda kasih sayang, kepedulian, keberanian, atau keputusasaan.


Tentang bagaimana sebuah cium bisa membawa kita ke dalam petualangan yang menakjubkan atau ke dalam keterpurukan yang menyedihkan.

Aku berharap ceritaku tentang cium ini bisa menginspirasi orang-orang untuk mencari arti cinta dan persahabatan yang sesungguhnya.


Aku berharap ceritaku tentang cium ini bisa mengajarkan orang-orang tentang bagaimana hidup itu penuh dengan kejutan dan tanda tanya.

Dan aku berharap, di antara semua tanda tanya itu, kita masih bisa menemukan kebahagiaan dan kedamaian yang sesungguhnya.

Itulah cerita tentang "Cium" yang kuhidupi dan kubicarakan bersama Gadis.

Sebuah cerita yang membawa aku ke dalam dunia baru, yang membuatku mengerti tentang arti cinta dan persahabatan yang sesungguhnya.

Cerita yang terus hidup dalam hatiku, dan mungkin juga dalam hatimu.

End..

Cerpen "cium" Ini Ternyata Bukan Karangan Raditya Dika

Show comments
Hide comments

0 Komentar:

Posting Komentar

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

 

TENTANG KAMI

Blog ini memiliki visi membantu penulis pemula untuk menjadi penulis yang berkelas. Kami menyediakan artikel-artikel seputar menulis cerpen, menulis novel, tips menang lomba, dan kami juga merekomendasikan buku yang bagus untuk dibaca.